Lelaki Di Sebelahku

Lelaki yang duduk di sebelahku berkata bahwa ia sedang dicari karena selingkuh dengan istri orang. Yang mencari tentu saja suaminya. Katanya ia dicari untuk dinikahkan dengan perempuan itu. Tetapi lelaki yang duduk di sebelahku berpegang pada kata-kata Yesus, “Apa yang dipersatukan Tuhan, tidak boleh diceraikan manusia”. Lah, aku jadi bingung. Kalau ingat kata-kata Yesus itu, kenapa dia selingkuh? Dia sendiri sudah berumahtangga. Aku juga bingung, kenapa suami perempuan itu mau menikahkan istrinya dengan lelaki di sebelahku? Kenapa tidak memasukkan ke penjara atau membunuhnya?

Katanya dia jatuh cinta pada istri orang itu. Perempuan itu membuat hatinya berbunga-bunga tiap bertemu di sekolah. Sebagai guru matematika tidak ada kerumitan pada wajahnya. Para murid bersaksi, cara mengajarnya membuat matematika terasa asyik. Sebagai kepala sekolah, lelaki yang duduk di sampingku senang punya guru di sekolahnya yang bisa memberi warna pada murid-muridnya dan juga padanya.

Kutanyakan soal istrinya apakah istrinya tidak memberi warna dalam hidupnya. Dia bilang istrinya juga memberi warna tapi hanya hitam putih. Sedangkan sang ibu guru matematika, istri orang itu, baginya telah memberi aneka warna melebihi tujuh warna pelangi. 

Dia tak mau menceritakan secara detil tahap-tahap pendekatan mereka sehingga mereka bisa menjadi akrab bahkan sampai ke dalam kamar. Katanya cerita itu akan menaikkan libidoku dan lelaki yang duduk di sampingku tidak suka bahwa perempuan yang dia cintai diinginkan oleh lelaki lain. Sialan, kataku dalam hati. Padahal dia sendiri sudah merebut seorang perempuan dari suaminya.

Tapi seperti membaca pikiranku dia tidak mau disebut merebut istri orang. Sebab perempuan itu juga menginginkannya. Mereka sama-sama mau. Perempuan itu kecewa dengan suaminya yang tak bisa memberi anak. Si suami ketika masa mudanya sering tidur dengan banyak perempuan dan seperti sebuah kutuk perilaku itu berpengaruh pada kesuburannya sehingga dia mandul. Keadaan itu hampir sama dengan yang terjadi dalam rumah tangga lelaki yang duduk di sebelahku. Bedanya, dalam rumah tangganya, sang istrilah yang mandul. Berbagai pengobatan dilakukan, tapi tak kunjung membuahkan hasil.

“Jadi perselingkuhan itu untuk menghasilkan anak yang tak bisa kalian dapatkan dari pasangan masing-masing?” 

“Tidak juga. Yang namanya perselingkuhan, ya untuk memuaskan birahi. Tidak punya anak itu alasan mengada-ada untuk perselingkuhan itu.”

Aku benar-benar heran dengan orang di sebelahku. Percakapan kami menunjukkan bahwa perselingkuhan itu bukan karena kekhilafan, tapi dilakukan dengan kesadaran penuh. Tapi kupikir-pikir, namanya orang selingkuh, ya pasti dilakukan dengan sadar. Khilaf hanyalah alasan basi ketika ketahuan.

Lelaki itu menceritakan kronologi bagaimana perselingkuhan mereka bisa ketahuan. Waktu itu hari Minggu. Ia datang ke rumah perempuan itu. Suaminya pergi ke gereja seorang diri setelah berhasil dikelabui sang istri yang beralasan sedang sakit kepala. Di rumah itu mereka bercinta dan sesudah menyelesaikan ronde kedua, mereka tertangkap basah. Lelaki di sebelahku berhasil kabur dari kejaran si suami dan beberapa tetangga yang bersimpati. Motornya ditinggal di rumah si perempuan.

Setelah peristiwa itu, dia lari ke luar kota. Tak lagi dipikirkan sekolah yang ia pimpin. Kepada istrinya dia bilang ada urusan dinas. Belakangan setelah si suami ibu guru matematika mencarinya di rumah, barulah istri lelaki di sebelahku kaget setengah mati. Dia pingsan di depan suami ibu guru. Suami ibu guru memanggil tetangga untuk membantu menyadarkannya, takut ada fitnah kalau hanya berdua. Setelah sadar, istri kepsek gila itu minta maaf pada suami ibu guru atas kelakuan suaminya. Suami ibu guru juga minta maaf atas kabar yang membuatnya sampai jatuh pingsan.

Setelahnya, lelaki di sebelahku ini susah dihubungi oleh istrinya, terus dicari oleh suami selingkuhannya. Suami ibu guru itu hendak menikahkan istrinya dengan lelaki di sebelahku. Biar puas mereka bercinta tanpa harus sembunyi-sembunyi. Itulah kabar yang dia dapat dari perempuan selingkuhannya sebelum akhirnya mereka tidak berkabar lagi sama sekali.

“Kalau Yesus tidak melarang perceraian, kami tidak harus selingkuh, tapi bisa menikah. Kalau Yesus tidak menetapkan pernikahan yang monogami, aku bisa menjadikannya istri kedua.”

Kubilang bahwa dia takut dan menyembunyikan rasa takutnya dengan menyalahkan Yesus. Kubilang tidak apa. Terkadang orang-orang mempersalahkan Tuhan untuk membenarkan dosa-dosanya. Bahwa dosa-dosanya disebabkan atas ketetapan-ketetapan Tuhan yang terlalu sulit dipatuhi secara manusiawi. Tapi kuingatkan lagi, bahwa sudah banyak yang menjadi martir ketimbang berbuat dosa. Seandainya dia berani menderita untuk menahan nafsu berselingkuh, hidupnya tentu tak akan serumit ini.

“Sekarang kau harus berani menderita untuk mempertanggungjawabkan perbuatanmu,” kataku. Ia menoleh padaku. Tersenyum. Kemudian memalingkan wajahnya ke arah terbenamnya matahari. 

“Seandainya aku bisa terbang ke sana dan terbenam bersamanya,” katanya.

“Tentu saja bisa,” kataku sambil tersenyum. Ia juga tersenyum dan mengucapkan selamat tinggal sebelum terbenam bersama matahari. Aku melangkah ke pinggiran balkon dan melihat ke bawah. Betapa ngerinya. Kalau aku loncat dari sini, aku akan tembus ke neraka. Maka kuurungkan niat. Aku akan bertanggungjawab. Meninggalkan hotel ini dan kembali ke kotaku. Siap dinikahkan dengan ibu guru matematika itu. Dinikahkan oleh suaminya. Meski mungkin pernikahan itu adalah pertumpahan darah untuk kami berdua.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

RENCANA MERENOVASI RUMAH

MAIN PS (PES 2020)

BARCELONA DAN RASA DEGDEGAN SAYA