Good Bye Piala Dunia 2026?

Bersama bapak dan adik, saya menonton pertandingan sepak bola antara Australia vs Indonesia dalam lanjutan kualifikasi piala dunia, putaran ketiga zona Asia. Dengan pelatih baru (yang sebenarnya kurang pas di hati saya) dan pemain-pemain naturalisasi baru, tentu saja ada asa bagi para pendukung timnas Indonesia seperti kami agar Indonesia bisa lolos ke Piala Dunia 2026. 


Kami berharap Indonesia bisa membawa hasil seri, syukur-syukur kemenangan dari Australia. Dengan hasil seri saja ada harapan besar Indonesia merebut posisi kedua dalam grup C dan dengan demikian bisa lolos otomatis ke Piala Dunia 2026.


Sayangnya, Indonesia yang didukung ribuan penonton di Sydney Football Stadium kalah telak 5-1 dari Australia. Saya yang menonton melalui layar televisi merasa kecewa dengan kekalahan besar itu. Seberani itu Indonesia main terbuka menghadapi Australia yang langganan Pildun? Mentang-mentang 99% kesebelasan pertamanya diaspora, Patrik Kluivert mengganggap Indonesia setara Belanda. Maksud hati main Total Football, yang ada malah kalah total.


Saya mungkin terlalu berekspektasi besar, tapi menurut saya, taktik STY yang bermain pragmatis memang sudah pas dengan kemampuan Timnas Indonesia. Saya pikir di mana-mana, dalam kompetisi sepak bola apapun, tim-tim yang menghadapi lawan yang lebih superior, menerapkan taktik bertahan dan kemudian serangan balik ketika ada peluang. Dengan penuh percaya diri Patrik Kluivert terapkan taktik possesion ball yang gak possesion-possesion amat dan membuat Australia percaya diri untuk melakukan serangan balik, apalagi mereka bermain efektif.


Dengan hasil itu, Indonesia masih punya peluang merebut posisi ketiga atau keempat dalam grup dan melanjutkan ke ronde keempat yang tentunya tidak kalah beratnya. Di pertandingan sisa, Indonesia harus berusaha memenangkan pertandingan. Kalau tidak good bye Piala Dunia 2026.


 

Komentar

Postingan Populer