Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2020

BARCELONA DAN RASA DEGDEGAN SAYA

Rasa degdeg an menyelimuti saya sejak menyaksikan kegagalan Real Madrid dan Juventus untuk maju ke babak delapan besar Liga Champion kemarin. Real Madrid adalah tim rival Barcelona. Sedangkan Juventus, di dalamnya ada Christiano Ronaldo, pemain terbaik yang sering bersanding dengan Lionel Messi. Seharusnya, kedua tim itu bisa terus melaju di Liga Champion tahun ini. Apalagi di liga masing-masing--Liga Spanyol dan Italia-- kedua tim itu adalah juara. Rasa degdegan itu muncul karena melihat performa Barcelona yang menurun. Dua tahun belakangan, secara berturut-turut, tim favorit saya ini ter- comeback di Liga Champion. Belum lagi, Barcelona hanya finish sebagai runner up di Liga Spanyol. Saya takut, dalam pertemuannya dengan Napoli di leg kedua, Barca kalah. Meski bermain di kandang sendiri, Napoli tak bisa diremehkan. Bisa mencetak dua gol saja ke gawang Ter Stegen, Barca terancam menyusul Real Madrid dan Juventus. Oleh karena itu, selama menyaksikan pertandingan Barcelona vs Napoli sub

TADI MALAM

Tadi malam, perempuan yang saya sukai datang ke rumah. Bukan untuk bertemu saya, tapi mau ngumpul dengan adik saya dan seorang lagi. Setahu saya mereka bertiga bersahabat baik. Saya berada di kamar. Main PS. Saya tidak keluar sedikitpun. Saya begitu takut untuk bertemu dengannya. Dia sudah menolak saya. Saya tidak ingin memaksakan diri untuk mendapatkannya. Saya sudah berniat untuk menjaga jarak dengannya. Sebab saya tidak tahu cara melupakan. Saya pikir dengan menjauh, melupakan akan menjadi lebih mudah. Saya harus segera mendapat kerja. Menganggur hanya membuat saya jatuh begitu sering ke dalam kegalauan. Semoga Tuhan memberikan saya pekerjaan. Semoga saya diberi kekuatan untuk melupakan. Amin.

SEORANG KENALAN YANG MENINGGAL

Seorang kenalan orangtua saya meninggal dunia. Pantas saja pagi ini hujan turun. Saya selalu percaya bahwa ketika ada orang yang meninggal, ia akan menangis dan tangisannya itu menjadi hujan. Meski kalau dipikir lebih jauh, orang yang meninggal sudah lepas dari keterikatan dunia dan seharusnya ia bahagia. Tentu saja mama berhalangan untuk melayat, karena ia bekerja sebagai pengasuh anak orang. Sedangkan bapak saya, menggunakan pandemi Corona sebagai alasan untuk tidak pergi melayat. Mama saya agak jengkel, perihal yang meninggal adalah kenalan lama. Suatu sikap tidak hormat jika tidak ada yang pergi melayat. Tapi, bapak saya mengatakan sudah mendoakan dia yang meninggal. Saya merasa tidak enak hati. Saya bisa mengantar bapak pergi melayat. Tapi bapak tidak mau pergi, karena Corona. Ironisnya saya lega bapak tidak mau pergi, lagi-lagi karena berpikir berlebihan; di sana saya akan banyak diam, di sana saya tidak kenal siapa-siapa, di sana saya canggung, di sana saya akan malu-malu. Pikir

RENCANA MERENOVASI RUMAH

Sore tadi, saya sempat ngobrol singkat dengan bapak saya. “Gak terasa ya, empat bulan lagi 2020 berakhir? Penyakit (baca: Corona) dari awal tahun sampai mau akhir tahun,” kata saya. Bukannya menanggapi soal pandemi itu, bapak malah membicarakan soal mengurus rumah. Dia punya niatan untuk merenovasi rumah dengan uang pensiunnya. Ada kawat nyamuk yang sudah robek, plafon tripleks yang sudah lapuk, dan dinding-dinding rumah yang harus dicat ulang. Seketika saya menawarkan diri untuk membawanya besok berbelanja bahan-bahan untuk renovasi itu. Dimulai dari yang menurut kami paling mudah; mengganti kawat nyamuk. Saya berpikir bahwa renovasi itu bisa menggunakan tenaga saya yang pengangguran ini. Di saat saya sedang bingung karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan--sementara adik saya sudah satu tahun lebih bekerja, mungkin membantu bapak merenovasi rumah bisa mengisi kekosongan saya. Meski saya tahu, bahwa apa yang saya inginkan adalah memiliki pekerjaan yang bisa memberi saya gaji.

KEMBALI MISA DI CCKT

Misa kembali dilaksanakan di CCKT. Tak ada lagi di gereja Paroki. Karena menurut dewan, misa yang dilaksanakan di gereja paroki, umatnya melebihi kapasitas. Sebenarnya, misa yang dilaksanakan di gereja paroki ditujukan untuk umat yang tidak memiliki kendaraan pribadi--mereka-mereka yang bisa pergi ke gereja dengan jalan kaki atau naik angkot. Nyatanya, yang ikut misa di gereja paroki, kebanyakan adalah umat yang memiliki kendaraan pribadi. Mereka atau kami yang memiliki motor atau mobil. Alhasil, semua misa mingguan dikembalikan ke gereja CCKT. Umat yang tidak memiliki kendaraan pribadi bisa saja naik angkot ke CCKT. Hanya saja, CCKT berada di luar jalur angkot. Sehingga untuk sampai ke sana, harus membayar angkot lebih dari ongkos normal. Belum lagi tempatnya yang cukup jauh. Jadi, kemarin saya tidak misa. Padahal saya punya motor. Saya punya niat ke gereja, tapi tak ada teman. Sialan saya. Karena tak ada teman, saya tak pergi misa. Padahal, pujaan hati saya pulang ke Sangatta, dan me