Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2020

BAPAK DAN KUCING-KUCING

Kami tak pernah berniat untuk memelihara kucing. Tapi entah bagaimana, kucing-kucing liar itu berdatangan dan sering nongkrong di rumah kami. Mungkin karena kami sering memberi makan, makanya kucing-kucing itu senang datang kepada kami. Bapak saya merupakan salah satu orang dalam anggota keluarga kami yang suka memberi makan kucing-kucing itu. Dia seperti bapak bagi kucing-kucing itu. dia cukup sering marah kepada kucing-kucing itu karena mereka selalu datang meminta makan di rumah kami. Tapi sering juga dia akan menyisihkan makanan untuk mereka. Bahkan kadang, susu untuk kami minum, sering dia buatkan untuk kucing-kucing itu. Tentu saja dengan sembunyi-sembunyi, karena bila mama tahu, mama akan marah besar. Saya selalu merasa lucu sekaligus senang jika bapak memberikan susu untuk kucing-kucing itu. Lucu, jika dia sembunyi-sembunyi melakukannya. Senang, karena meski bukan kucing peliharaan, dia tampak begitu peduli. Dia memang marah, kalau kucing-kucing itu melahap anak-anak ayamnya. T

MINUM YANG HANGAT-HANGAT TIAP PAGI

Kalau tidak salah, saya mulai membiasakan diri minum teh atau susu hangat tiap pagi ketika Bapak saya pensiun pada 3 Juli lalu. Kedua hal itu tidak punya hubungan yang penting, selain ‘pensiunnya Bapak saya’ menunjukkan waktu ‘dimulainya kebiasaan baru’ itu. Ketika masih kecil sampai SMP, saya terbiasa untuk minum susu setiap pagi. Kemudian kebiasaan itu tidak dilakukan lagi sejak SMA. Di biara MSF, ada beberapa kali saya minum susu atau teh hangat pada pagi hari. Tapi tidak setiap hari. Bahkan tidak menganggap itu penting dan berpikir untuk membuat teh atau susu adalah sesuatu yang merepotkan. Ketika saya meninggalkan biara dan kembali ke rumah, hal itu tidak sama sekali saya lakukan. Selain karena tidak menganggapnya penting, merepotkan, juga karena hp yang menjadi menu sarapan tiap bangun tidur. Setiap bangun tidur, langsung pegang hp. Bangun tidur, langsung main hp, sehingga saya mengabaikan segalanya. Bapak saya sering bilang, “Kalau bangun pagi itu, bikin teh atau susu. Isi perut

MACET KETIKA MENONTON ANIME NARUTO

Menyaksikan kembali anime Naruto di salah satu tv swasta, menjadi rutinitas sore saya. Selain karena kurang kerjaan, anime Naruto merupakan anime yang paling saya sukai. Kalau tidak salah, anime ini telah tamat pada 2017 lalu. Meskipun sudah tamat, sampai hari ini animenya masih sering diputar di tv swasta atau akun-akun media sosial. Saya cukup sering melahap episode-episode Naruto yang diulang-ulang itu. Bagi saya anime Naruto menggambarkan perjuangan seseorang dari yang bukan apa-apa menjadi orang yang berhasil mewujudkan cita-citanya. Terlebih perjuangan seseorang untuk diakui keberadaannya. Menurut saya anime ini sangat relevan untuk orang-orang yang dianggap tidak penting, tidak berguna, tidak berharga atau dipandang sebelah mata. Bahwa untuk diakui tidak perlu menjadi orang lain, melainkan tetap berjuang menjadi diri sendiri. Tentu saja untuk bisa menangkap pesan-pesan dalam anime Naruto, saya perlu memerhatikan dengan saksama tiap-tiap episodenya. Nah, ini cukup bermasalah kala

CHATAN

Master belum mengungkapkan perasaannya kepada Maya. Maya terlalu lama di kota sebelah. Belum juga selesai kuliah. Master sendiri tak kunjung mendapat kerja. Lalu wabah Corona melanda. Maya ingin pulang. Master berharap Maya bisa pulang. Namun, Maya tertahan. Berhari-hari Master berpikir bagaimana memulai percakapan. Ia tahu Maya bisa diajak memperbincangkan sesuatu. Tanggapannya tak tanggung-tanggung. Kalimat tanya yang singkat, bisa dijawabnya berkalimat-kalimat. Dari topik yang satu, bisa beralih ke topik yang lain. Dan Maya menunggu. Menunggu sampai Master memutuskan berhenti. Mengucapkan selamat malam dan selamat tidur sekaligus memberi tanda bahwa akan ada percakapan lagi di hari-hari berikutnya. Terkadang Master membuat Maya berjanji, bahwa sekembalinya perempuan itu, ia harus mentraktir Master makan bakso. Namun masalahnya ada pada memulai. Memulai percakapan tak selalu mudah. Topik tampaknya banyak, tapi sulit dipilih yang mana yang tepat. Yang mana yang akan melahirkan topik-t

AKU MEMINTA KAU

Hmm, gimana caranya biar aku melupakanmu? Soalnya membenci bukanlah cara melupakan. Membenci adalah cara mengingat yang paling jelas. Lagipula tak ada alasan untuk kau kubenci. Aku memang tidak suka kau yang tidak bisa menerima cintaku. Tapi hanya sampai sebatas rasa tidak suka. Malam itu, ketika kau menyatakan bahwa karena kau mengenalkulah maka kau tak bisa menerimaku, aku kecewa sekaligus lega. O, begitu alasannya. Lalu aku bertekad untuk melupakanmu. Ternyata tekadku belum menjadi tekad api seperti warga konoha, sehingga kau lalu-lalang terus dipikiranku. Aku malah membayangkan bahwa di masa depan kau jatuh cinta padaku. Kemudian menimbang-nimbang, apakah harus menerimamu atau tidak. Aku berpikir untuk hidup sendiri sampai mati. Kalau begitu jadi Pastor saja. Tidak! Hidup sendiri sebagai awam. Tapi jodoh kan di tangan Tuhan? Ya, maka biarlah terjadi menurut kehendak Tuhan. Tapi jika boleh meminta, maka aku akan meminta kau.

YANG KAUHARAPKAN

Jika di sini dan di sana hujan bersamaan, cobalah menghubungi aku. Ceritakan apa saja untuk menghapus gigilmu. Sepasang telingaku siap mendengar, tanpa masukkan bila kau tak menghendaki. Ceritakan bagaimana perasaanmu saat berpacaran pertama kali. Kemudian ceritakan tentang berpacaran yang beberapa kali. Apa kau berpacaran karena cinta atau hanya coba-coba? Apakah ada hal-hal istimewa ketika kau berpacaran atau biasa saja? Apakah ada pacar yang paling berkesan sehingga kau berharap bisa mendapatkannya kembali? Lalu, apakah aku bisa menjadi sosok yang kauharapkan?

AKU INGIN MEMELUKMU

Saat hujan deras begini, aku ingin memelukmu. Menghangatkan kita. Lalu bercerita bagaimana awalnya kita berjumpa. Hal-hal yang tak kita ingat persis. Tapi kita tahu, kita tak ada tanpa perjumpaan pertama. Aku ingin memagut gigil yang bersandar di bibirmu. Mencari sabda yang menenangkan jiwa dari lidahmu. Aku ingin menggetarkan pagi yang sejak tadi gigil. Kau harus ikut bermain. Kita saling mencari, saling menjelajahi. Kita harus tersesat dan hanya ingin diam lebih lama dalam ketersesatan itu. Kita akan mencerahkan langit pilu di atas sana. Kita akan menyudahi rintik dan menggantinya dengan alir. Kita akan menyelesaikannya tanpa rencana, meski berharap tak akan ada akhir. Sebelumnya aku harus memelukmu dulu. Aku ingin.

LATIHAN MENGENDARAI MOBIL (HARI KETIGA)

Saya merasa lebih baik di hari ketiga latihan mengendarai mobil. Bisa mengendarainya sejak dijemput sampai diantar membuat saya sungguh senang, meski kegugupan tetap ada. Saya tahu bahwa masih banyak yang kurang. Berbelok masih ragu. Memarkir masih kaku. Mulai berjalan ditanjakan masih bingung. Saya yakin akan bisa mengendarai mobil, tapi tidak cukup dengan lima kali latihan. Saya putuskan menambah lima kali lagi, sampai saya benar-benar yakin bahwa saya bisa kendarai mobil di sepanjang dan selebar kota Sangatta. Bahkan mungkin sampai ke luar kota. Bontang dan Samarinda misalnya.

HARI KEDUA KURSUS MOBIL

Hari kedua kursus mobil. Seperti yang saya duga. Saya akan membawanya semenjak dijemput. Kalau kemarin pengenalan dan praktek mengendarai di jalanan sepi, hari ini prakteknya di jalanan rame. Sore hari kendaraan begitu padat. Adrenalin terpacu. Lebih tegang daripada sebelumnya. Masih kaku. Masih begitu kaku. Masih bingung berbalik arah. Masih kurang dalam berbelok. Saya masih kurang puas. Rasanya begitu singkat. Tapi saya lebih terpacu untuk lebih baik lagi, besok.

MEMBACA TULISAN ORANG LAIN

Saya cukup senang membaca tulisan-tulisan orang lain, meskipun ia bukan penulis terkenal. Saya selalu kagum pada kemampuannya mengungkapkan isi hati atau menanggapi sesuatu lewat tulisan. Membaca tulisan-tulisan orang lain memberikan inspirasi dan dorongan untuk menulis. Sebab dari orang itu saya belajar arti kesederhanaan. Ia pasti sadar bahwa ia bukan penulis handal dan kurang berpengalaman. Tapi ia memiliki keberanian untuk tetap menulis. Ia mungkin percaya bahwa cara untuk menjadi penulis adalah dengan mulai menulis, tak peduli bahwa kemampuan belum mumpuni. Ini yang saya tangkap darinya. Terkadang, saya malah begitu asyik membaca tulisan-tulisannya ketimbangan tulisan-tulisan para penulis yang sudah profesional. Saya merasa belajar bersamanya, bukan digurui. Saya tidak hendak mengatakan bahwa para penulis profesional sering menggurui dalam tulisan-tulisan mereka. Saya hanya berpikir bahwa level mereka sudah jauh di atas saya. Mungkin saya bisa mencapai mereka, mungkin juga tidak.

MENDENGARKAN

Aku memang terlalu egois sehingga sering cuek pada celotehmu. Aku tahu bahwa kau butuh bicara. Perlu keluarkan semua yang ada dalam pikiran dan perasaanmu. Kadang itu pertanyaan, kadang penghakiman, kadang kebanggaan. Kau tampak tidak peduli pada telinga yang enggan mendengar. Tidak peduli bahwa aku menganggapmu bodoh dan diriku lebih pandai. Tapi yang empunya pengalaman adalah kau. Yang empunya jatuh-bangun adalah dirimu. Kau menua. Segala perjuangan dan yang terpendam mendorongmu untuk bicara. Bercerita. Berpendapat. Kau merasa harus mengeluarkan semua nasihat, menyatakan kekhawatiran-kekhawatiran sambil berharap bahwa aku dan mereka kelak menjadi orang yang lebih baik. Aku selalu memikirkan itu, namun kalah oleh keegoisanku. Aku merasa ada hal yang belum kulakukan untuk mencintaimu, sampai lupa bahwa mendengarkan juga merupakan bagian dari mencintai.

HARI PERTAMA KURSUS MOBIL

Ini hari pertama saya kursus membawa mobil. Apa yang saya pikir mudah, ternyata cukup sulit. Sebagaimana setiap awal, selalu ada ketegangan. Tangan saya begitu kaku memegang stir mobil. Pikiran yang menakutkan lalu lalang di kepala. Bagaimana bila menyenggol pembatas jalan? Bagaimana bila terjadi tabrakan karena kebingungan saya? Mentor saya selalu mengingatkan untuk tetap tenang. Saya harus santai. Ia menjalankan tugasnya sebagai mentor dengan baik, sehingga latihan di hari pertama ini berjalan baik pula, meski saya penuh ketegangan. Semoga kursus yang hanya lima kali pertemuan itu, bisa saya manfaatkan dengan baik. Saya ingin segera mengendarai mobil, meski saya tahu bahwa itu akan gampang-gampang susah. Saya kira akan terjadi seperti saya berlatih membawa motor dulu. Semoga Tuhan Yesus memberkati dan Bunda Maria selalu membimbing.

ALASAN UNTUK BERHENTI

Sekarang aku punya alasan untuk berhenti mengejarmu. Aku mengerti mengapa kamu tak mau jadi pacarku. Tapi itu sakit.Mungkin kamu mengerti, tapi tak bisa berbuat apa-apa karena tak mau ‘bunuh diri’. Mungkin juga kamu tak mengerti dan tidak peduli sama sekali. Tapi kekecewaan ini membuatku koyak. Setelah itu aku hancur dan siap di bangun kembali. Aku akan melihatmu, namun akan kucoba untuk selalu menghindar. Berjarak, berjarak, berjarak, sampai dapat benar-benar melupakan. Seperti katamu. Berhenti mengejar, menerima diri sendiri, dan membuka hati untuk yang baru. Aku akan temukan yang pantas. Kamu juga. Kita berjalan masing-masing dan mulai tidak mengenal satu sama lain. Terima kasih untuk sakit yang akan membebaskan ini.

OTOMATISASI JARI SAYA

Jari saya sudah otomatis untuk “menyukai”. Jadi tiap gulir pasti ngelaik. Meski saya tidak melihat isi postingannya dengan saksama. Pokoknya hadir di depan mata, jari bergerak sendiri untuk “menyukai”. Belakangan ini saya mulai sadar. Saya simak baik-baik isi postingan, baru putuskan mau like atau tidak. Entah kenapa, “menyukai” jadi sebuah candu? Tapi candu itu makin lama makin membosankan. Lagipula, kalau candu itu tak bisa dikontrol, nanti orang bisa salah paham. “Dia kok ngelaik postinganku terus, ya? Jangan-jangan dia menyukaiku”. Padahal itu karena ketika membuka medsos, postingan-postingannya kebetulan muncul dan otomatisasi pada jari saya berfungsi.

GEREJA CCKT DAN GEREJA PAROKI

Saya menulis ini ketika hujan deras mulai turun beberapa menit lalu--Sabtu sore, 18 Juli 2020. Saya duduk di ruang depan, yang adalah ruang tamu, sekaligus ruang keluarga, bahkan kamar. Karena awan mendung, keadaan ruangan menjadi suram. Bapak saya yang sudah pensiun, sibuk cuci piring di dapur. Mama dan adik saya yang bungsu, pergi untuk urusan tertentu. Adik saya yang pertama, sedang bekerja dan sekitar setengah tujuh malam nanti baru pulang. Lalu, apa yang mau saya tuliskan? Bukan sesuatu yang penting. Hanya saya ingin menulis saja. Begini. Apakah dengan cuaca yang seperti ini, saya akan ke gereja nanti? Mengapa tidak besok? Mengapa jika tidak hari ini, berarti tidak ke gereja sama sekali? Saya duga karena kebiasaan. Saya sudah terbiasa misa di malam minggu. Saya suka misa di gereja yang lebih dekat dengan rumah saya. Sedikit informasi, Paroki St. Theresia Sangatta, menggunakan dua gereja dalam misa. Satunya adalah gereja paroki. Satunya lagi adalah gereja CCKT ( Catholic Center Kut

SEMUA AGAMA BAIK DALAM HUBUNGAN BEDA AGAMA?

Kenapa ya, meski percaya semua agama baik, dalam hubungan pacaran beda agama, salah satu pihak sering meminta pihak lainnya untuk masuk agamanya sebagai syarat pernikahan? Padahal jika ada kepercayaan itu--bahwa semua agama baik, harusnya permintaan macam itu tidak perlu. Pasangan itu tetap menikah, tapi tetap menganut agamanya masing-masing. Oh... mungkin saja faktor keluarga. Pasangan itu barangkali tidak masalah bila harus membangun rumah tangga dengan agama yang berbeda, tapi keluarga salah satu pihak atau keduanya, tidak menginginkan hal macam itu. Keluarga di satu sisi juga percaya bahwa semua agama baik, tapi di sisi lain percaya bahwa rumah tangga lebih baik dibangun oleh suami-istri yang satu agama. Mungkin juga karena orang itu sendiri yang adalah penganut teguh agamanya. Sehingga ia tidak mau meninggalkan agamanya dan juga ingin agar pasangan hidupnya satu agama dengan dia. Tapi ternyata malah ia mendapatkan seorang pacar yang beda agama dengannya, namun enggan melepaskan sa

TUNGGULAH AKU

Kalau kamu mau menikah Tunggulah aku. Biar aku punya waktu mencari pasanganku. Biar aku tidak patah hati karenamu. Sebab mengetahui inginmu saja, sudah sedikit timbulkan pilu. Belum lagi kenyataannya seperti itu. Kalau kamu tidak mau jadi pasanganku, setidaknya jangan membuatku malu. Tunggulah aku.

MISA SETELAH SEKIAN LAMA

Dalam waktu sepersekian menit, saya menimbang-nimbang apakah akan pergi atau tidak? Ini sudah minggu keempat sejak gereja di buka kembali. Judulnya itu Misa New Normal. Tiga minggu sebelumnya, saya tidak ke gereja, dengan alasan flu. Soalnya menurut aturan, umat yang keadaannya kurang sehat, tidak dianjurkan untuk datang ke gereja. Ya, mengingat misa di gereja kurang lebih tiga bulan ditiadakan, tentu agenda Misa New Normal itu bisa meledakkan kerinduan umat yang telah meluap. Jadi, bisa saja, sehat tak sehat, orang itu akan memaksakan diri datang ke gereja. Saya menahan diri untuk itu. Saya yang mudah terkena pilek ini tak mau pergi, karena berpikir, "Daripada nanti disuruh pulang." Tapi di sisi lain, itu mungkin hanya alibi. Apakah saya tak merindukan gereja? Lalu di minggu keempat ini, alasan pilek itu terasa basi. Masa setiap minggu--dan harinya ke gereja--saya kurang sehat terus? Saya juga kurang enak hati melihat wajah mama saya yang tampak tidak senang dengan jawaban s

BURUNG UNTUK FRANKA

Pagi yang cerah ketika aku mendapatkan burung malang itu. Seekor jalak hitam yang berdiri di atas aspal jalan. Ketika aku mendekat, ia tidak terbang. Aku heran. Jadi, aku menangkapnya. Kuperhatikan baik-baik. Mungkin ada masalah dengan kaki atau sayapnya. Dengan seekor jalak dalam genggaman, aku berjalan menuju rumah Franka. Aku ingat bahwa ia memiliki sebuah kandang burung yang kosong. Franka pasti senang untuk memelihara burung malang ini. Jika kubawa ke rumahku, tidak ada kandang di sana, dan kucing-kucingku yang nakal mungkin akan berlomba-lomba untuk memangsanya. Ketika sampai di rumah Franka, ia menyambutku dengan senyuman. Wajahnya cantik alami karena baru bangun. Anaknya yang masih dua tahun masih terlelap. Janda muda yang selalu menarik hati. Di rumah itu ia tinggal bersama ibu dan anaknya. Ibunya juga senang melihat kedatanganku, seolah-olah aku dinantikan oleh mereka. Maka aku mengulurkan tangan yang ada burungnya. Mata Franka berbinar melihat burung itu. Ia menerimanya dari

MAIN PS (PES 2020)

Brakk!!! Stick PS menghantam dinding. Dalam tempo sesingkat-singkatnya kedua adik saya menoleh ke sumber suara. Sementara itu, wajah saya penuh kejengkelan. Mereka tersenyum malu-malu dan mencoba menahan tawa yang heboh. Padahal apa yang saya lakukan sudah membuat kehebohan di siang itu. Saya jengkel setengah mati karena permainan saya tidak berjalan dengan baik. Saya merasa lemah, karena selalu kalah. Entah mengapa adik pertama saya main begitu bagusnya, sampai-sampai saya hampir tak memiliki peluang untuk mencetak gol. Saya malu setengah mati. Sudah terlanjur marah karena terus kalah. Tapi saya tak mau dianggap pecundang oleh kedua adik saya, jadi saya ambil stick PS itu dan melanjutkan permainan. Sebagaimana diduga, tindakan saya yang melempar stick PS ke dinding itu, menjadi senjata pamungkas bagi adik-adik saya untuk mengejek saya. Miris lihat diri yang tak mau menerima kekalahan. Nyatanya saya masih belum bisa menerima diri sendiri. Belum menerima bahwa saya bukan orang yang semp