BURUNG UNTUK FRANKA

Pagi yang cerah ketika aku mendapatkan burung malang itu. Seekor jalak hitam yang berdiri di atas aspal jalan. Ketika aku mendekat, ia tidak terbang. Aku heran. Jadi, aku menangkapnya. Kuperhatikan baik-baik. Mungkin ada masalah dengan kaki atau sayapnya.


Dengan seekor jalak dalam genggaman, aku berjalan menuju rumah Franka. Aku ingat bahwa ia memiliki sebuah kandang burung yang kosong. Franka pasti senang untuk memelihara burung malang ini. Jika kubawa ke rumahku, tidak ada kandang di sana, dan kucing-kucingku yang nakal mungkin akan berlomba-lomba untuk memangsanya.


Ketika sampai di rumah Franka, ia menyambutku dengan senyuman. Wajahnya cantik alami karena baru bangun. Anaknya yang masih dua tahun masih terlelap. Janda muda yang selalu menarik hati. Di rumah itu ia tinggal bersama ibu dan anaknya.


Ibunya juga senang melihat kedatanganku, seolah-olah aku dinantikan oleh mereka. Maka aku mengulurkan tangan yang ada burungnya.


Mata Franka berbinar melihat burung itu. Ia menerimanya dari tanganku. Kuceritakan bagaimana aku mendapatkannya.


“Aku berjanji akan merawatnya dengan baik,” katanya. “Terima kasih.”


“Aku harus pulang sekarang,” kataku.


Sambil tersenyum ramah, ibunya berkata: “Pulanglah ke tempat di mana kamu seharusnya pulang, Nak.”


Entah kenapa melihat wajah mereka berdua, aku terharu.


“Sampai jumpa. Salam buat Vino--anak Franka.” Aku pamit. Berjalan menjauh. Dari belakang aku mendengar seruan Franka. “Aku akan menjaga burungmu! Burung kita!”  Seruan itu membuatku tersenyum.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HARI KEDUA KURSUS MOBIL

MISA SETELAH SEKIAN LAMA

BARCELONA DAN RASA DEGDEGAN SAYA